Allah

Selasa, 19 Februari 2019

๐Ÿ€ ANAK, SEBUAH NIKMAT BESAR

[  Disadur oleh Abdullah Zaen, Lc, MA dari buku “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 5-7) dengan beberapa perubahan. ]

Terlampau banyak nikmat yang Allah karuniakan kepada kita. Saking banyaknya, hingga kita tidak mungkin bisa menghitungnya. Dan seringkali kita lalai serta tidak menyadari betapa besar nikmat tersebut. Nikmat itu baru terasa manakala lenyap.

Dahulu orang bijak mengatakan, “Kesehatan adalah mahkota di atas kepala orang-orang sehat. Tidak ada yang bisa melihat mahkota tersebut, kecuali orang-orang sakit”.

Di antara nikmat besar yang kerap terlupakan keberadaannya adalah: anak. Kehadiran sang buah hati merupakan karunia dan hadiah dari Allah ta’ala. Sebagaimana difirmankan oleh-Nya,

"ู„ِู„َّู‡ِ ู…ُู„ْูƒُ ุงู„ุณَّู…َุงูˆَุงุชِ ูˆَุงู„ْุฃَุฑْุถِ ูŠَุฎْู„ُู‚ُ ู…َุง ูŠَุดَุงุกُ ูŠَู‡َุจُ ู„ِู…َู†ْ ูŠَุดَุงุกُ ุฅِู†َุงุซًุง ูˆَูŠَู‡َุจُ ู„ِู…َู†ْ ูŠَุดَุงุกُ ุงู„ุฐُّูƒُูˆุฑَ . ุฃَูˆْ ูŠُุฒَูˆِّุฌُู‡ُู…ْ ุฐُูƒْุฑَุงู†ًุง ูˆَุฅِู†َุงุซًุง ูˆَูŠَุฌْุนَู„ُ ู…َู†ْ ูŠَุดَุงุกُ ุนَู‚ِูŠู…ًุง ุฅِู†َّู‡ُ ุนَู„ِูŠู…ٌ ู‚َุฏِูŠุฑٌ"

Artinya: “Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan. Dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa”. QS. Asy-Syura (42): 49-50.

Terlebih bila anak tersebut adalah anak yang salih-salihah. Mereka adalah kekayaan yang tak ternilai harganya, jauh melebihi kekayaan materi. Mereka adalah pembawa bahagia, pelipur lara serta penolong bagi kedua orang tuanya, di dunia ini dan di akhirat kelak.

Namun, kenyataannya masih banyak orang tua yang belum merasakan anak sebagai anugerah. Bisa jadi kita juga termasuk jenis orang tua yang belum bersyukur. Buktinya, keluh kesah masih begitu sering terlontar dari lisan. Masih ditambah pula dengan iringan kekesalan dan rasa tidak puas dalam hati.

Jika demikian, marilah kita bersama-sama melihat di luar sana…

Ternyata begitu banyak pasangan yang lelah berharap untuk memiliki momongan. Namun Allah ta’ala belum juga berkenan mengaruniakan anak kepada mereka. Padahal segala sarana dan saran telah dijalankan. Doa juga tidak lupa untuk selalu dipanjatkan.

Di tempat lain, banyak orang tua yang harus kehilangan anak yang sangat dicintainya, pergi untuk selamanya. Ada pula yang semula anaknya sempurna, tiba-tiba menjadi cacat karena suatu bencana. Atau anak yang semula sehat bugar, mendadak tergeletak tak berdaya karena penyakit kronis yang tidak pernah terduga sebelumnya.

Dari sini kita sadar…
Bahwa ternyata anak adalah anugerah besar. Maka syukurilah nikmat ini, agar langgeng dan terus bertambah baik. Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam QS. Ibrahim (14): 7.

Dan dengan rasa syukur tersebut diharapkan kita bisa lebih sabar dalam mengasuh dan mendidik anak. Juga semakin memperbesar harapan agar mereka tumbuh menjadi anak salih yang menabur kebahagiaan bagi kedua orang tuanya, amien.

 Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,2 Rabi’ul Awwal 1434 / 14 Januari 2013

๐ŸŒป ANAK ADALAH AMANAH ALLAH

Tentu banyak di antara kita yang pernah dititipi sesuatu oleh orang lain. Amanah tersebut mestinya akan kita jaga sebaik-baiknya. Terlebih jika titipan tersebut adalah barang yang amat berharga, dan orang yang menitipkannya kepada kita adalah orang terhormat.

Namun, ada satu amanah yang sangat istimewa, dan yang menitipkannya kepada kita pun, Dzat yang amat mulia, tetapi justru malah seringkali kita menyia-nyiakannya. Titipan yang tidak semua orang mendapat kehormatan untuk mengembannya. Amanah tersebut tidak lain adalah anak.

Bayi yang Allah anugerahkan kepada kita bagaikan mutiara yang masih berada dalam cangkangnya. Masih terjaga dari jamahan tangan-tangan luar. Hatinya masih suci, ibarat selembar kertas putih, tanpa goresan apalagi ukiran. Setelah itu sedikit demi sedikit, kepribadian dan perilaku anak terbentuk, sesuai dengan apa yang dilihat di komunitas terdekatnya. Yakni di dalam rumah dan lingkungannya.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,

"ู…َุง ู…ِู†ْ ู…َูˆْู„ُูˆุฏٍ ุฅِู„َّุง ูŠُูˆู„َุฏُ ุนَู„َู‰ ุงู„ْูِุทْุฑَุฉِ ูَุฃَุจَูˆَุงู‡ُ ูŠُู‡َูˆِّุฏَุงู†ِู‡ِ ุฃَูˆْ ูŠُู†َุตِّุฑَุงู†ِู‡ِ ุฃَูˆْ ูŠُู…َุฌِّุณَุงู†ِู‡"

"Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi". HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.

Itulah masa keemasan yang tidak boleh disia-siakan. Kesalihan anak bukanlah hadiah gratis yang turun dari langit begitu saja. Namun membutuhkan usaha dan perjuangan dari orang tua.

Tanggung jawab kita terhadap anak bukan sekedar memberinya makan kenyang, pakaian bagus ataupun rumah lapang. Tetapi tanggung jawab yang lebih berat adalah memberikan pendidikan terbaik bagi mereka dan menyelamatkan mereka dari azab Allah. [Lihat: QS. At-Tahrim (66): 6].

Allah ta’ala pasti akan meminta pertanggungjawaban kita atas amanah ini. Dalam hadits disebutkan:

"ูƒُู„ُّูƒُู…ْ ุฑَุงุนٍ ูˆَูƒُู„ُّูƒُู…ْ ู…َุณْุฆُูˆู„ٌ ุนَู†ْ ุฑَุนِูŠَّุชِู‡ِ؛ ... ูˆَุงู„ุฑَّุฌُู„ُ ุฑَุงุนٍ ุนَู„َู‰ ุฃَู‡ْู„ِ ุจَูŠْุชِู‡ِ ูˆَู‡ُูˆَ ู…َุณْุฆُูˆู„ٌ ุนَู†ْู‡ُู…ْ ูˆَุงู„ْู…َุฑْุฃَุฉُ ุฑَุงุนِูŠَุฉٌ ุนَู„َู‰ ุจَูŠْุชِ ุจَุนْู„ِู‡َุง ูˆَูˆَู„َุฏِู‡ِ ูˆَู‡ِู‰َ ู…َุณْุฆُูˆู„َุฉٌ ุนَู†ْู‡ُู…ْ..."

"Setiap kalian adalah pemimpin dan semua akan ditanya tentang bawahannya … Lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang mereka. Wanita merupakan penanggungjawab di rumah suaminya serta bagi anaknya, dan dia akan ditanya tentang mereka." HR. Bukhari dan Muslim.

Memang tugas dan tanggung jawab ini tidaklah ringan. Ujian dan rintangan mungkin muncul silih berganti. Rasa letih dan bosan kadang datang mendera. Sementara setan terus membuat makar dan tipu daya untuk mematahkan semangat kita. Sekaligus mengompori sifat keluh kesah, yang memang merupakan tabiat dasar manusia. [Baca: QS. Al-Ma’arij (70): 19].

Namun, tipu daya tersebut tentu harus dilawan! Jauhilah sifat keluh kesah sebisa mungkin. Sebab keluh kesah hanya akan membawa kerugian. Karena, sekecil apapun tugas dan tanggung jawab, bila disikapi dengan keluh kesah, amarah dan perasaan tidak ikhlas, maka tugas ringan akan menjadi beban berat.

Lebih rugi lagi, karena hati tidak ikhlas, akibatnya pahala gagal diraih. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Sebaliknya, jika tanggung jawab ini dipikul dengan penuh keikhlasan, niscaya akan membawa kebaikan. Sebab, seberat apapun tugas dan tanggung jawab, bila dilakukan dengan penuh keikhlasan, kegembiraan dan harapan, maka tugas berat akan terasa ringan. Lebih dari itu, berkat keikhlasan hati, semua jerih payah dan setiap tetesan keringat, akan bernilai pahala di sisi-Nya. Inilah keberuntungan di atas keberuntungan. Di dunia, pekerjaan terasa nikmat dan bisa mencicipi buah manis kebaktian anak. Sedangkan di akhirat, maka insyaAllah akan menuai limpahan pahala. Allahumma amien…

[ Diringkas oleh Abdullah Zaen, Lc, MA dari buku “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 15-19) dengan beberapa perubahan. ]

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,1 Rabi’uts Tsani 1434 / 11 Februari 2013

==========
Telegram: https://t.me/ustadzabdullahzaen

⚠ KESALIHAN ORANG TUA, MODAL UTAMA ⚠

Kita semua mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama. Ingin agar keturunan kita menjadi anak yang salih dan salihah.

Namun, terkadang kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai cita-cita mulia tersebut ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita selaku orangtua. Alangkah lucunya, manakala kita berharap anak menjadi salih dan bertakwa, sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan dosa!

Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk kesalihan anak. Sebab ketika si anak membuka matanya di muka bumi ini, yang pertama kali ia lihat adalah ayah dan bundanya. Manakala ia melihat orangtuanya berhias akhlak mulia serta tekun beribadah, niscaya itulah yang akan terekam dengan kuat di benaknya.

Dan insyaAllah itupun juga yang akan ia praktekkan dalam kesehariannya. Pepatah mengatakan: “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Betapa banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia mengikuti ketakwaan kedua orangtuanya atau salah seorang dari mereka. Ingat karakter dasar manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!

Beberapa contoh aplikasi nyatanya

Manakala kita menginginkan anak kita rajin untuk mendirikan shalat lima waktu, gamitlah tangannya dan berangkatlah ke masjid bersama. Bukan hanya dengan berteriak memerintahkan anak pergi ke masjid, sedangkan Anda asyik menonton televisi.

Jika Anda berharap anak rajin membaca al-Qur’an, ramaikanlah rumah dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an yang keluar dari lisan ayah, ibu ataupun kaset dan radio.

Jangan malah Anda menghabiskan hari-hari dengan membaca koran, diiringi lantunan langgam gendingan atau suara biduanita yang mendayu-dayu!

Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…”. Tapi ternyata, kita malah pulang malam!

Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya.

Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian, “Sayang, bapak mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo bapak ke kebun binatang, insyaAllah kamu bisa ikut”.

Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita perlu bersabar dan melakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami mengapa orangtuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut.

Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
Semoga Allah senantiasa meridhai setiap langkah baik kita, amien…

[ Disarikan oleh Abdullah Zaen, Lc, MA dari buku “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 21-24) dengan banyak tambahan. ]

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,15 Rabi’uts Tsani 1434 / 25 Februari 2013

๐ŸŒทMENDIDIK ANAK DALAM KANDUNGAN๐ŸŒท

Mendidik anak dari dini bukanlah dimulai sejak dia baru lahir. Namun semenjak ia masih berada dalam kandungan. Bahkan sejak pertama kali memilih pasangan hidup pun, itu juga akan menentukan keberhasilan kita dalam mendidik anak.

Di saat janin dalam rahim berumur 120 hari, sejatinya ia telah bernyawa. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan,

"ุฅِู†َّ ุฃَุญَุฏَูƒُู…ْ ูŠُุฌْู…َุนُ ุฎَู„ْู‚ُู‡ُ ูِู‰ ุจَุทْู†ِ ุฃُู…ِّู‡ِ ุฃَุฑْุจَุนِูŠู†َ ูŠَูˆْู…ًุง، ุซُู…َّ ูŠَูƒُูˆู†ُ ูِู‰ ุฐَู„ِูƒَ ุนَู„َู‚َุฉً ู…ِุซْู„َ ุฐَู„ِูƒَ، ุซُู…َّ ูŠَูƒُูˆู†ُ ูِู‰ ุฐَู„ِูƒَ ู…ُุถْุบَุฉً ู…ِุซْู„َ ุฐَู„ِูƒَ، ุซُู…َّ ูŠُุฑْุณَู„ُ ุงู„ْู…َู„َูƒُ ูَูŠَู†ْูُุฎُ ูِูŠู‡ِ ุงู„ุฑُّูˆุญَ".

“Sesungguhnya setiap orang berada di dalam perut ibunya (berbentuk mani) selama empat puluh hari. Kemudian berubah menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari). Kemudian berubah menjadi sekerat daging selama itu juga. Lalu diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya”. HR. Bukhari dan Muslim dari Ibn Mas’ud radhiyallahu’anhu.

Jadi, berdasarkan hadits di atas, setelah lewat 4 bulan, janin dalam perut sudah hidup. Lalu penemuan-penemuan ilmiah membuktikan bahwa janin sebelum lahir mampu merespon stimulasi edukatif yang diberikan kepadanya.

Jadi, dari pra lahir kita sudah bisa mendidik anak kita. Caranya antara lain dengan:

1. Memperbanyak doa.
Para nabi ‘alaihimussalam juga orang-orang salih selalu mendoakan anak-anak mereka sejak dalam kandungan. Misalnya: Nabi Ibrahim [QS. Ash-Shรขffรขt (37): 100] dan Nabi Zakariya [QS. Ali Imran (3): 38].

2. Tekun beribadah.
Tidak ada salahnya, manakala orang tua akan menjalankan aktifitas ibadah, seperti shalat, bersedekah, berdzikir, berpuasa atau yang lainnya, ia menyapa anaknya yang ada di dalam perut. Contohnya: “Sabar ya nak, sekarang kita sedang berpuasa!”.

3. Merutinkan membaca al-Qur’an.
Bukan hanya membaca al-Qur’an, lebih baik lagi jika orang tua melatih diri untuk menghapal al-Qur’an semampunya. Sehingga diharapkan manakala ia banyak melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an, anak yang berada dalam janin ikut merekam bacaan orang tuanya. Sehingga kelak saat lahir anak telah memiliki ‘bekal’ hapalan al-Qur’an.

4. Bertutur kata yang baik.
Biasakanlah untuk senantiasa berbicara dengan santun dan baik. Semoga dengan demikian anakpun akan tertular dengan perilaku positif tersebut.

Pendek kata, manfaatkanlah setiap detik dalam kehidupan kita untuk mendidik anak kita, tanpa kenal lelah dan pantang menyerah. Sejatinya kesuksesan besar itu sangat ditentukan dengan langkah pertama yang baik.
Selamat mempraktekkan!

[Diringkas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari buku “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 35-39). ]

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,26 J Ula 1434 / 7 April 2013

Selasa, 05 Februari 2019

๐ŸŒพ๐Ÿ ADA SUNGAI-SUNGAI PENCUCI DOSA ⭐⭐

‌┏▪▪━━━━━━━━┓
        Faidah pagi
┗━━━━━━━━▪▪┛
Ibnul Qayyim -rohimahulloh- mengatakan:

"Bagi mereka yang banyak dosa, ada tiga sungai besar yang dapat membersihkan mereka di dunia jika itu tidak cukup membersihkan mereka, nantinya mereka akan dibersihkan di sungai (neraka) jahim pada hari kiamat.

1. Sungai taubat nasuha
2. Sungai amal-amal kebaikan yang dapat menenggelamkan dosa-dosa yang mengelilingi pelakunya.
3. Sungai musibah besar yang dapat menebus dosanya.

Maka, jika Allah menginginkan hambanya kebaikan; Dia akan memasukkannya ke tiga sungai ini, sehingga pada hari kiamat nanti dia akan datang dalam keadaan baik dan bersih, sehingga dia tidak perlu lagi pembersihan keempat."
___
[Madarijus Salikin 1/312].

〰〰〰〰〰
Musyaffa' Ad Dariny,  ุญูุธู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰
TC: t.me/bbg_alilmu
Repost: WA Group BiAS
BimbinganIslam.com


            ═══ ¤❁✿❁¤ ═══

๐Ÿ’• YANG KURANG DARI KITA.. PRAKTEKNYA..

‌┏▪▪━━━━━━━━┓
        Faidah pagi
┗━━━━━━━━▪▪┛


┏๐ŸŒบ๐Ÿƒ━━━━━━━━━━━┓
Mungkin berat untuk jujur dalam hal ini, namun kenyataannya memang kita kurang dalam menerapkan ilmu agama yang telah kita ketahui.

Banyak dari kita -bahkan yang berstatus penuntut ilmu- tidak menjalankan amalan-amalan sunnah.. shalat sunnah rowatib bolong-bolong, shalat sunnah malam bablas terus, shalat dhuha malas, dst.

Begitu pula dalam puasa sunnah.. puasa senin-kamis jarang, puasa tiga hari tiap bulan tidak pernah terpikir, puasa Daud apalagi.

Silahkan lihat amalan lainnya.. misalnya dzikir pagi dan sore, membaca Alqur’an, dzikir mutlak (yang tidak terikat dengan tempat dan waktu), dst… Padahal tujuan utama ilmu agama adalah amalan, bukan hanya pengetahuan saja.

Syeikh Utsaimin -rohimahulloh- mengatakan:

“Yang kurang dari kita dalam ilmu (agama) kita, bahwa kita tidak menerapkan ilmu kita dalam tingkah laku kita. Yang paling banyak di kita, bahwa kita mengetahui hukum syariat, adapun menerapkannya, maka ini sedikit, semoga Allah memperlakukan kita dengan ampunan-Nya.

Padahal manfaat dari ilmu adalah praktek nyatanya, sehingga tampak pengaruh ilmu itu pada tatapan wajahnya, tingkah lakunya, akhlaknya, ibadahnya, ketenangannya, takutnya (kepada Allah), dan pada hal lainnya. Dan inilah yang penting.

Saya kira seandainya ada seorang nasrani yang cerdas, dan dia belajar fikih sebagaimana kita mempelajarinya, tentu dia akan memahaminya sebagaimana kita memahaminya, atau bahkan lebih baik lagi. Lihatlah sebagai contoh dalam (ilmu) bahasa arab ada “Almunjid”, orang-orang mengatakan penulisnya seorang nasrani, dan dia bisa membahasnya dengan baik.

Oleh karena itu, perkara-perkara teori itu bukanlah tujuan dalam ilmu (agama), -‘Ya Allah kami memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat’-, manfaat dari ilmu (agama) adalah ketika kita bisa mengambil manfaat darinya (dengan mengamalkannya).

Betapa banyak orang awam yang jahil, tapi kamu dapati dia lebih khusyu’ kepada Allah, lebih merasa diawasi Allah, lebih baik perilaku dan akhlaknya, lebih dalam ibadahnya, jauh melebihi apa yang ada pada penuntut ilmu (agama).”

[Kitab Syarhul Mumti’ 7/166].

•┈┈••••○○❁๐ŸŒน❁○○••••┈┈•

~Ustadz DR. Musyaffa ‘Ad Dariny MA,  ุญูุธู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰.

Senin, 04 Februari 2019

๐ŸŒป Masuk Surga Tanpa Hisab

.
#IndonesiaBertauhid
.
-Salah satu pelajaran TAUHID yang menarik adalah "masuk surga tanpa hisab dan adzab"
.
-Artinya nanti kita langsung masuk surga:
 √ tanpa menjalani proses hisab (peradilan yang seadil-adilnya)
√ tanpa melalui proses yang sangat lama (ingat satu hari akhirat sama dengan 1000 tahun dunia)
√ tanpa bersusah-susah melalui beratnya hari akhir nanti
√ melewati shirat dengan sangat cepat dan mudah, diriwayatkan ada yang secepat angin, secepat pandangan mata dan lain-lainnya
.
-Berdoa dan berharaplah masuk surga tanpa hisab, karena hisab proses yang berat sekali
.
-Hisab dan peradilan seadil-adilnya, setiap perbuatan kita semuanya, besar-kecilnya, beberapa dosa (aib) bisa diketahui oleh makhluk lainnya (duh bisa malu dll)
.
-Beratnya saat-saat padang mahsyar mana para Nabi saja hanya mengurusi diri mereka sendiri, manusia telanjang semuanya dan tidak ada yang saling melirik (karena syahwat) karena saking beratnya perkara saat itu
.
-Belum lagi ia sampai lupa keluarga anak dan istri, ya karena sangat dahsyat perkara saat itu
.
-Nah, ini ada bisa masuk surga tanpa hisab dan adzab (karena ada juga yang mampir ke neraka dulu baru masuk surga)
.
-Siapakah mereka? Dalam hadits beberapa cirinya dijelaskan
.
“Mereka itu tidak melakukan thiyarah (beranggapan sial), tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan hanya kepada Rabb merekalah, mereka
bertawakkal.” (HR. Bukhari)
.
-Maksudnya gimana yah? Thiyarah, minta diruqyah, dan kay? Nah, mari belajar kitab TAUHID dan penjelasan ulama, intinya adalah tawakkal dan ketergantungan hati pada Allah
.
-Kalau mau masuk sekolah favorit kita cari tahu, masa' sih mau masuk surga tanpa hisab kita tidak mau cari tahu
.
Baca selengkapnya ุง:

http://muslimafiyah.com/masuk-surga-tanpa-hisab.html
.
Penyusun: Raehanul Bahraen

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen