Allah

Selasa, 19 Februari 2019

🍀 ANAK, SEBUAH NIKMAT BESAR

[  Disadur oleh Abdullah Zaen, Lc, MA dari buku “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 5-7) dengan beberapa perubahan. ]

Terlampau banyak nikmat yang Allah karuniakan kepada kita. Saking banyaknya, hingga kita tidak mungkin bisa menghitungnya. Dan seringkali kita lalai serta tidak menyadari betapa besar nikmat tersebut. Nikmat itu baru terasa manakala lenyap.

Dahulu orang bijak mengatakan, “Kesehatan adalah mahkota di atas kepala orang-orang sehat. Tidak ada yang bisa melihat mahkota tersebut, kecuali orang-orang sakit”.

Di antara nikmat besar yang kerap terlupakan keberadaannya adalah: anak. Kehadiran sang buah hati merupakan karunia dan hadiah dari Allah ta’ala. Sebagaimana difirmankan oleh-Nya,

"لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ . أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ"

Artinya: “Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan. Dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa”. QS. Asy-Syura (42): 49-50.

Terlebih bila anak tersebut adalah anak yang salih-salihah. Mereka adalah kekayaan yang tak ternilai harganya, jauh melebihi kekayaan materi. Mereka adalah pembawa bahagia, pelipur lara serta penolong bagi kedua orang tuanya, di dunia ini dan di akhirat kelak.

Namun, kenyataannya masih banyak orang tua yang belum merasakan anak sebagai anugerah. Bisa jadi kita juga termasuk jenis orang tua yang belum bersyukur. Buktinya, keluh kesah masih begitu sering terlontar dari lisan. Masih ditambah pula dengan iringan kekesalan dan rasa tidak puas dalam hati.

Jika demikian, marilah kita bersama-sama melihat di luar sana…

Ternyata begitu banyak pasangan yang lelah berharap untuk memiliki momongan. Namun Allah ta’ala belum juga berkenan mengaruniakan anak kepada mereka. Padahal segala sarana dan saran telah dijalankan. Doa juga tidak lupa untuk selalu dipanjatkan.

Di tempat lain, banyak orang tua yang harus kehilangan anak yang sangat dicintainya, pergi untuk selamanya. Ada pula yang semula anaknya sempurna, tiba-tiba menjadi cacat karena suatu bencana. Atau anak yang semula sehat bugar, mendadak tergeletak tak berdaya karena penyakit kronis yang tidak pernah terduga sebelumnya.

Dari sini kita sadar…
Bahwa ternyata anak adalah anugerah besar. Maka syukurilah nikmat ini, agar langgeng dan terus bertambah baik. Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam QS. Ibrahim (14): 7.

Dan dengan rasa syukur tersebut diharapkan kita bisa lebih sabar dalam mengasuh dan mendidik anak. Juga semakin memperbesar harapan agar mereka tumbuh menjadi anak salih yang menabur kebahagiaan bagi kedua orang tuanya, amien.

 Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,2 Rabi’ul Awwal 1434 / 14 Januari 2013

🌻 ANAK ADALAH AMANAH ALLAH

Tentu banyak di antara kita yang pernah dititipi sesuatu oleh orang lain. Amanah tersebut mestinya akan kita jaga sebaik-baiknya. Terlebih jika titipan tersebut adalah barang yang amat berharga, dan orang yang menitipkannya kepada kita adalah orang terhormat.

Namun, ada satu amanah yang sangat istimewa, dan yang menitipkannya kepada kita pun, Dzat yang amat mulia, tetapi justru malah seringkali kita menyia-nyiakannya. Titipan yang tidak semua orang mendapat kehormatan untuk mengembannya. Amanah tersebut tidak lain adalah anak.

Bayi yang Allah anugerahkan kepada kita bagaikan mutiara yang masih berada dalam cangkangnya. Masih terjaga dari jamahan tangan-tangan luar. Hatinya masih suci, ibarat selembar kertas putih, tanpa goresan apalagi ukiran. Setelah itu sedikit demi sedikit, kepribadian dan perilaku anak terbentuk, sesuai dengan apa yang dilihat di komunitas terdekatnya. Yakni di dalam rumah dan lingkungannya.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,

"مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه"

"Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi". HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.

Itulah masa keemasan yang tidak boleh disia-siakan. Kesalihan anak bukanlah hadiah gratis yang turun dari langit begitu saja. Namun membutuhkan usaha dan perjuangan dari orang tua.

Tanggung jawab kita terhadap anak bukan sekedar memberinya makan kenyang, pakaian bagus ataupun rumah lapang. Tetapi tanggung jawab yang lebih berat adalah memberikan pendidikan terbaik bagi mereka dan menyelamatkan mereka dari azab Allah. [Lihat: QS. At-Tahrim (66): 6].

Allah ta’ala pasti akan meminta pertanggungjawaban kita atas amanah ini. Dalam hadits disebutkan:

"كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ؛ ... وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِىَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ..."

"Setiap kalian adalah pemimpin dan semua akan ditanya tentang bawahannya … Lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang mereka. Wanita merupakan penanggungjawab di rumah suaminya serta bagi anaknya, dan dia akan ditanya tentang mereka." HR. Bukhari dan Muslim.

Memang tugas dan tanggung jawab ini tidaklah ringan. Ujian dan rintangan mungkin muncul silih berganti. Rasa letih dan bosan kadang datang mendera. Sementara setan terus membuat makar dan tipu daya untuk mematahkan semangat kita. Sekaligus mengompori sifat keluh kesah, yang memang merupakan tabiat dasar manusia. [Baca: QS. Al-Ma’arij (70): 19].

Namun, tipu daya tersebut tentu harus dilawan! Jauhilah sifat keluh kesah sebisa mungkin. Sebab keluh kesah hanya akan membawa kerugian. Karena, sekecil apapun tugas dan tanggung jawab, bila disikapi dengan keluh kesah, amarah dan perasaan tidak ikhlas, maka tugas ringan akan menjadi beban berat.

Lebih rugi lagi, karena hati tidak ikhlas, akibatnya pahala gagal diraih. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Sebaliknya, jika tanggung jawab ini dipikul dengan penuh keikhlasan, niscaya akan membawa kebaikan. Sebab, seberat apapun tugas dan tanggung jawab, bila dilakukan dengan penuh keikhlasan, kegembiraan dan harapan, maka tugas berat akan terasa ringan. Lebih dari itu, berkat keikhlasan hati, semua jerih payah dan setiap tetesan keringat, akan bernilai pahala di sisi-Nya. Inilah keberuntungan di atas keberuntungan. Di dunia, pekerjaan terasa nikmat dan bisa mencicipi buah manis kebaktian anak. Sedangkan di akhirat, maka insyaAllah akan menuai limpahan pahala. Allahumma amien…

[ Diringkas oleh Abdullah Zaen, Lc, MA dari buku “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 15-19) dengan beberapa perubahan. ]

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,1 Rabi’uts Tsani 1434 / 11 Februari 2013

==========
Telegram: https://t.me/ustadzabdullahzaen

⚠ KESALIHAN ORANG TUA, MODAL UTAMA ⚠

Kita semua mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama. Ingin agar keturunan kita menjadi anak yang salih dan salihah.

Namun, terkadang kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai cita-cita mulia tersebut ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita selaku orangtua. Alangkah lucunya, manakala kita berharap anak menjadi salih dan bertakwa, sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan dosa!

Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua mempunyai andil yang sangat besar dalam membentuk kesalihan anak. Sebab ketika si anak membuka matanya di muka bumi ini, yang pertama kali ia lihat adalah ayah dan bundanya. Manakala ia melihat orangtuanya berhias akhlak mulia serta tekun beribadah, niscaya itulah yang akan terekam dengan kuat di benaknya.

Dan insyaAllah itupun juga yang akan ia praktekkan dalam kesehariannya. Pepatah mengatakan: “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Betapa banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia mengikuti ketakwaan kedua orangtuanya atau salah seorang dari mereka. Ingat karakter dasar manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!

Beberapa contoh aplikasi nyatanya

Manakala kita menginginkan anak kita rajin untuk mendirikan shalat lima waktu, gamitlah tangannya dan berangkatlah ke masjid bersama. Bukan hanya dengan berteriak memerintahkan anak pergi ke masjid, sedangkan Anda asyik menonton televisi.

Jika Anda berharap anak rajin membaca al-Qur’an, ramaikanlah rumah dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an yang keluar dari lisan ayah, ibu ataupun kaset dan radio.

Jangan malah Anda menghabiskan hari-hari dengan membaca koran, diiringi lantunan langgam gendingan atau suara biduanita yang mendayu-dayu!

Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…”. Tapi ternyata, kita malah pulang malam!

Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya.

Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian, “Sayang, bapak mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo bapak ke kebun binatang, insyaAllah kamu bisa ikut”.

Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita perlu bersabar dan melakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami mengapa orangtuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut.

Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
Semoga Allah senantiasa meridhai setiap langkah baik kita, amien…

[ Disarikan oleh Abdullah Zaen, Lc, MA dari buku “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 21-24) dengan banyak tambahan. ]

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,15 Rabi’uts Tsani 1434 / 25 Februari 2013

🌷MENDIDIK ANAK DALAM KANDUNGAN🌷

Mendidik anak dari dini bukanlah dimulai sejak dia baru lahir. Namun semenjak ia masih berada dalam kandungan. Bahkan sejak pertama kali memilih pasangan hidup pun, itu juga akan menentukan keberhasilan kita dalam mendidik anak.

Di saat janin dalam rahim berumur 120 hari, sejatinya ia telah bernyawa. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan,

"إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ".

“Sesungguhnya setiap orang berada di dalam perut ibunya (berbentuk mani) selama empat puluh hari. Kemudian berubah menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari). Kemudian berubah menjadi sekerat daging selama itu juga. Lalu diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya”. HR. Bukhari dan Muslim dari Ibn Mas’ud radhiyallahu’anhu.

Jadi, berdasarkan hadits di atas, setelah lewat 4 bulan, janin dalam perut sudah hidup. Lalu penemuan-penemuan ilmiah membuktikan bahwa janin sebelum lahir mampu merespon stimulasi edukatif yang diberikan kepadanya.

Jadi, dari pra lahir kita sudah bisa mendidik anak kita. Caranya antara lain dengan:

1. Memperbanyak doa.
Para nabi ‘alaihimussalam juga orang-orang salih selalu mendoakan anak-anak mereka sejak dalam kandungan. Misalnya: Nabi Ibrahim [QS. Ash-Shâffât (37): 100] dan Nabi Zakariya [QS. Ali Imran (3): 38].

2. Tekun beribadah.
Tidak ada salahnya, manakala orang tua akan menjalankan aktifitas ibadah, seperti shalat, bersedekah, berdzikir, berpuasa atau yang lainnya, ia menyapa anaknya yang ada di dalam perut. Contohnya: “Sabar ya nak, sekarang kita sedang berpuasa!”.

3. Merutinkan membaca al-Qur’an.
Bukan hanya membaca al-Qur’an, lebih baik lagi jika orang tua melatih diri untuk menghapal al-Qur’an semampunya. Sehingga diharapkan manakala ia banyak melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an, anak yang berada dalam janin ikut merekam bacaan orang tuanya. Sehingga kelak saat lahir anak telah memiliki ‘bekal’ hapalan al-Qur’an.

4. Bertutur kata yang baik.
Biasakanlah untuk senantiasa berbicara dengan santun dan baik. Semoga dengan demikian anakpun akan tertular dengan perilaku positif tersebut.

Pendek kata, manfaatkanlah setiap detik dalam kehidupan kita untuk mendidik anak kita, tanpa kenal lelah dan pantang menyerah. Sejatinya kesuksesan besar itu sangat ditentukan dengan langkah pertama yang baik.
Selamat mempraktekkan!

[Diringkas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari buku “Mencetak Generasi Rabbani” karya Ummu Ihsan Choiriyyah dan Abu Ihsan al-Atsary (hal. 35-39). ]

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga,26 J Ula 1434 / 7 April 2013

Selasa, 05 Februari 2019

🌾🍁 ADA SUNGAI-SUNGAI PENCUCI DOSA ⭐⭐

‌┏▪▪━━━━━━━━┓
        Faidah pagi
┗━━━━━━━━▪▪┛
Ibnul Qayyim -rohimahulloh- mengatakan:

"Bagi mereka yang banyak dosa, ada tiga sungai besar yang dapat membersihkan mereka di dunia jika itu tidak cukup membersihkan mereka, nantinya mereka akan dibersihkan di sungai (neraka) jahim pada hari kiamat.

1. Sungai taubat nasuha
2. Sungai amal-amal kebaikan yang dapat menenggelamkan dosa-dosa yang mengelilingi pelakunya.
3. Sungai musibah besar yang dapat menebus dosanya.

Maka, jika Allah menginginkan hambanya kebaikan; Dia akan memasukkannya ke tiga sungai ini, sehingga pada hari kiamat nanti dia akan datang dalam keadaan baik dan bersih, sehingga dia tidak perlu lagi pembersihan keempat."
___
[Madarijus Salikin 1/312].

〰〰〰〰〰
Musyaffa' Ad Dariny,  حفظه الله تعالى
TC: t.me/bbg_alilmu
Repost: WA Group BiAS
BimbinganIslam.com


            ═══ ¤❁✿❁¤ ═══

💕 YANG KURANG DARI KITA.. PRAKTEKNYA..

‌┏▪▪━━━━━━━━┓
        Faidah pagi
┗━━━━━━━━▪▪┛


┏🌺🍃━━━━━━━━━━━┓
Mungkin berat untuk jujur dalam hal ini, namun kenyataannya memang kita kurang dalam menerapkan ilmu agama yang telah kita ketahui.

Banyak dari kita -bahkan yang berstatus penuntut ilmu- tidak menjalankan amalan-amalan sunnah.. shalat sunnah rowatib bolong-bolong, shalat sunnah malam bablas terus, shalat dhuha malas, dst.

Begitu pula dalam puasa sunnah.. puasa senin-kamis jarang, puasa tiga hari tiap bulan tidak pernah terpikir, puasa Daud apalagi.

Silahkan lihat amalan lainnya.. misalnya dzikir pagi dan sore, membaca Alqur’an, dzikir mutlak (yang tidak terikat dengan tempat dan waktu), dst… Padahal tujuan utama ilmu agama adalah amalan, bukan hanya pengetahuan saja.

Syeikh Utsaimin -rohimahulloh- mengatakan:

“Yang kurang dari kita dalam ilmu (agama) kita, bahwa kita tidak menerapkan ilmu kita dalam tingkah laku kita. Yang paling banyak di kita, bahwa kita mengetahui hukum syariat, adapun menerapkannya, maka ini sedikit, semoga Allah memperlakukan kita dengan ampunan-Nya.

Padahal manfaat dari ilmu adalah praktek nyatanya, sehingga tampak pengaruh ilmu itu pada tatapan wajahnya, tingkah lakunya, akhlaknya, ibadahnya, ketenangannya, takutnya (kepada Allah), dan pada hal lainnya. Dan inilah yang penting.

Saya kira seandainya ada seorang nasrani yang cerdas, dan dia belajar fikih sebagaimana kita mempelajarinya, tentu dia akan memahaminya sebagaimana kita memahaminya, atau bahkan lebih baik lagi. Lihatlah sebagai contoh dalam (ilmu) bahasa arab ada “Almunjid”, orang-orang mengatakan penulisnya seorang nasrani, dan dia bisa membahasnya dengan baik.

Oleh karena itu, perkara-perkara teori itu bukanlah tujuan dalam ilmu (agama), -‘Ya Allah kami memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat’-, manfaat dari ilmu (agama) adalah ketika kita bisa mengambil manfaat darinya (dengan mengamalkannya).

Betapa banyak orang awam yang jahil, tapi kamu dapati dia lebih khusyu’ kepada Allah, lebih merasa diawasi Allah, lebih baik perilaku dan akhlaknya, lebih dalam ibadahnya, jauh melebihi apa yang ada pada penuntut ilmu (agama).”

[Kitab Syarhul Mumti’ 7/166].

•┈┈••••○○❁🌹❁○○••••┈┈•

~Ustadz DR. Musyaffa ‘Ad Dariny MA,  حفظه الله تعالى.

Senin, 04 Februari 2019

🌻 Masuk Surga Tanpa Hisab

.
#IndonesiaBertauhid
.
-Salah satu pelajaran TAUHID yang menarik adalah "masuk surga tanpa hisab dan adzab"
.
-Artinya nanti kita langsung masuk surga:
 √ tanpa menjalani proses hisab (peradilan yang seadil-adilnya)
√ tanpa melalui proses yang sangat lama (ingat satu hari akhirat sama dengan 1000 tahun dunia)
√ tanpa bersusah-susah melalui beratnya hari akhir nanti
√ melewati shirat dengan sangat cepat dan mudah, diriwayatkan ada yang secepat angin, secepat pandangan mata dan lain-lainnya
.
-Berdoa dan berharaplah masuk surga tanpa hisab, karena hisab proses yang berat sekali
.
-Hisab dan peradilan seadil-adilnya, setiap perbuatan kita semuanya, besar-kecilnya, beberapa dosa (aib) bisa diketahui oleh makhluk lainnya (duh bisa malu dll)
.
-Beratnya saat-saat padang mahsyar mana para Nabi saja hanya mengurusi diri mereka sendiri, manusia telanjang semuanya dan tidak ada yang saling melirik (karena syahwat) karena saking beratnya perkara saat itu
.
-Belum lagi ia sampai lupa keluarga anak dan istri, ya karena sangat dahsyat perkara saat itu
.
-Nah, ini ada bisa masuk surga tanpa hisab dan adzab (karena ada juga yang mampir ke neraka dulu baru masuk surga)
.
-Siapakah mereka? Dalam hadits beberapa cirinya dijelaskan
.
“Mereka itu tidak melakukan thiyarah (beranggapan sial), tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan hanya kepada Rabb merekalah, mereka
bertawakkal.” (HR. Bukhari)
.
-Maksudnya gimana yah? Thiyarah, minta diruqyah, dan kay? Nah, mari belajar kitab TAUHID dan penjelasan ulama, intinya adalah tawakkal dan ketergantungan hati pada Allah
.
-Kalau mau masuk sekolah favorit kita cari tahu, masa' sih mau masuk surga tanpa hisab kita tidak mau cari tahu
.
Baca selengkapnya ا:

http://muslimafiyah.com/masuk-surga-tanpa-hisab.html
.
Penyusun: Raehanul Bahraen

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

⚠ ⚠ Tidak pernah Orang Miskin karena Sering Sedekah

Kami tidak pernah mendengar sama sekali
Kisah orang yang rajin berinfak dan sedekah
Kemudian jatuh miskin, bangkrut dan sengsara hidupnya
Justru semakin kaya hati dan bahagia kehidupannya
Dengan berkahnya pekerjaan, bisnis dan perdagangan

Tapi yang sering kami dengar
Orang yang jarang sedekah bahkan pelit
Rakus dan tenggelam dengan urusan dunia
Lalu jatuh bangkrut, miskin dan hidupnya sengsara
Orang-orang dekatnya pun mulai menjauh

Sedekah tidak akan membuat miskin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَ مَالُ عَبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ

“Harta seorang hamba tidak akan berkurang karena shadaqah.” (HR. Riwayat Tirmidzi, shahih)

Syaikh Muhammad Al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa harta yang disedekahkan akan bertambah berkahnya. Beliau berkata

تصدق بها منه بل يبارك له فيه

“Harta yang disedekahkan akan diberkahi (diberikan kebaikan yang banyak)” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan bahwa sedekah bisa menambah harta kita (misalnya bisnis menjadi lebih lancar) dan Allah akan menggantikan harta tersebut dengan yang lebih baik. Beliau berkata,

فالصَّدقات يزيد الله بها الأموال، ويُنزل بها البركة، ويُعَوِّض الله فيها صاحبها الخير العظيم

“Dengan sedekah, Allah akan menambahkan hartanya, Allah turunkan keberkahan dan Allah akan gantikan hartanya dengan kebaikan yang besar.” (Syarh Riyadhul shalihin)

Perlu diingat hendaknya kita tidak berniat sedekah agar tambah kaya di dunia, akan tetapi kita yakin bahwa Allah Sebaik-baik Pemberi Rezeki telah menjanjikan akan mengganti apa yang telah kita infakkan, tentunya dengan pengganti yang jauh lebih baik.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)

Semoga kita selalu dimudahkan untuk bersedakah, berinfak dan memberikan manfaat yang banyak kepada kaum muslimin.

@ Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

👉🏻 Sunnah Membantu Istri di Rumah


Salah satu sunnah yang mungkin mulai diitinggalkan para suami adalah membantu istri dan pekerjaannya di rumah, semoga para suami bisa menerapkan sunnah ini walaupun hanya sedikit saja. Beberapa suami bisa jadi cuek terhadap pekerjaan istri di rumahnya apalagi istri pekerjaannya sangat banyak dan anak-anak juga banyak yang harus diurus dan dididik.

Merupakan kebiasaan dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istrinya di rumah.

‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi shalat”. (HR Bukhari)

Hal ini merupakan sifat tawaadhu’ (rendah hati) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mencontohkan pada manusia, padahal beliau adalah seorang pimpinan dan qadhi tertinggi kaum muslimin. Bisa jadi ada suami yang merasa diri menjadi rendah jika melakukan perbuatan dan pekerjaan rumah tangga karena ia adalah orang besar dan berkedudukan bahkan bos di tempat kerjanya.

Ibnu Hajar al-Asqalani berkata menjelaskan hadits ini,

من أخلاق الأنبياء التواضع ، والبعد عن التنعم ، وامتهان النفس ليستن بهم ولئلا يخلدوا إلى الرفاهية المذمومة

“Di antara akhlak mulai para nabi adalah tawaadhu’ dan sangat jauh dari suka bersenang-senang (bermeewah-mewah) dan melatih diri untuk hal ini, agar mereka tidak terus-menerus berada pada kemewahan yang tercela (mewah tidak tercela secara mutlak).” (Fathul Bari kitab adab hal. 472)

Membantu istri dengan bisa dilakukan dengan pekerjaan sederhana, terkadang membantu hal yang sederhana saja sudah membuat senang dan bahagia para istri, semisal menyapu emperan saja, mencuci piring dan lain-lainnya.

Dalam hadits lainnya, ‘Aisyah menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan hal-hal sederhana untuk membantu istri-istri beliau semisal mengangkat ember dan menjahit bajunya.

عن عروة قال قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم  إِذَا كَانَ عِنْدَكِ قَالَتْ مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ

Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember”. (HR Ibnu Hibban)

Ini adalah bentuk muamalah yang baik kepada istri dan diperintahkan dalam AL-Quran.

Allah berfirman,

وعَاشِرُوْهُنَّ بِالمَعْرُوْف

“Dan pergaulilah mereka (istri-istri kalian) dengan cara yang ma’ruf” (QS An Nisaa’:19)

Dan firman Allah,

وَلَهٌنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْف

“Dan hak mereka semisal kewajiban mereka dengan cara yang ma’ruf” (QS Al Baqarah: 228)

Berbuat baik pada istri merupakan bentuk akhlak sebenarnya (akhlak asli) seorang suami. Istri merupakan “bawahan suami” dan seseorang akan mudah melampiaskan akhlak buruknya ketika menghadapi orang yang derajat/jabatannya di bawahnya. Oleh karena itu, sebaik-baiknya akhlak seseorang adalah yang paling baik terhadap istrinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

‘Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya” (HR At-Tirmidzi As-Shahihah no 284)

Seorang suami di rumah bersama istri dan keluarganya tidak boleh gengsinya tinggi dan kasar, tetapi harus ramah dan berlapang-lapang dengan keluarga dan istrinya.

Dari Tsabit bin Ubaid berkata,

عن ثابت بن عبيد رحمه الله قال : مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَجَلَّ إِذَا جَلَسَ مَعَ الْقَوْمِ ، وَلاَ أَفْكَهَ فِي بَيْتِهِ ، مِنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِت

Aku belum pernah melihat seorang yang demikian berwibawa saat duduk bersama kawan-kawan namun demikian akrab dan kocak saat berada di rumah melebihi Zaid bin Tsabit”( Al-Adab al-Mufrad karya al-Bukhari no 286)

Demikian semoga bermanfaat

@ Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel Muslim.or.id

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

📌📌 Jenggot adalah Fitrah dan Perhiasan Laki-laki

Jenggot adalah suatu fitrah manusia dan yang namanya fitrah adalah suatu hal yang tidak mungkin dibenci atau tidak disukai manusia. Apabila manusia di zaman ini ada yang membenci jenggot, menanggapnya jelek, kotor atau anggapan jelek lainnya, maka mereka keluar dari fitrahnya. Di zaman ini bisa jadi banyak orang yang berubah bahkan rusak fitrahnya karena pengaruh zaman dan tersebarnya gaya hidup melalui internet dan handphone.

Tersebar gaya hidup atau film yang orang tersebut berjenggot tapi kasar, jelek dan kotor, sedangkan orang-orang hebat adalah orang yang bersih dagunya karena telah dipotong jenggotnya. Padahal di zaman dahulu, orang-orang hebat mulai dari raja, kesatria dan ilmuan, mereka memiliki jenggot yang lebat dan terlihat gagah berwibawa.

Jenggot adalah fitrahnya manusia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ..

“Sepuluh perkara yang termasuk fithrah: Memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, memasukkan air ke dalam hidung, memotong kuku….” (HR. Muslim)

Seorang ulama menyebutkan bahwa jenggot adalah perhiasan bagi laki-laki, artinya jika laki-laki memiliki jenggot, maka ia lebih terlihat jantan, terlihat gagah dan lebih maskulin.

Al-Gazali berkata,

فإن اللحية زينة الرجال …وبها يتميز الرجال عن النساء

“Sesungguhnya jenggot adalah perhiasan para lelaki… dengan jenggot akan terbedakan antara laki-laki dan wanita” (Ihyaa ‘Uluumid-Diin 2/257)

Karena jenggot adalah perhiasan laki-laki dan menunjukkan kegagahan dan tanda maskulin laki-laki. Ada beberapa orang shalih di zaman dahulu yang sangat ingin memiliki jenggot. Kaum Anshar angat meninginkan pemimpim mereka memiliki jenggot agar terlihat lebih jantan. Mereka berkata,

نعم السيد قيس لبطولته وشهامته، ولكن لا لحية له، فوالله لو كانت اللحية تشترى بالدراهم، لاشترينا له لحية

“Memang Sayyid Kami Qais terkenal dengan kepahlawanan dan kedermawanannya, akan tetapi ia tidak memiliki jenggot. Demi Allah, seandainya jenggot itu bisa dibeli dengan dirham, maka kami akan belikan ia jenggot.” (Lihat Istii’aab 3/1292)

Al-Gazali berkata,

وقال شريح القاضي : وَدِدْتُ أَنَّ لِي لَحْيَةً وَلَوْ بَعَشْرَةِ آلاَفٍ

“Syuraih Al-Qadhi berkata, “Aku sangat ingin aku memiliki jenggot, meskipun harus membayar 10 ribu (dinar/dirham)” (Ihyaa ‘Uluumid -Diin 2/257)



Catatan:

Adapun menyandarkan ini dengan kandungan sebuah hadits,

سبحان من زين وجوه الرجال باللحى

“Maha Suci (Allah) yang menghiasi wajah laki-laki dengan jenggot”

Maka hadits ini maudhu’ (palsu), sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dha’ifah wal Maudhu’ah no. 6023

Jenggot merupakan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kita untuk memelihara jenggor. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

“Potonglah kumis dan peliharalah jenggot.” (HR. Al-Bukhar dan Muslim)

Dalam hadits digunakan kata perintah (fi’il ‘amr), maka dalam Ilmu ushul di ada kaidah,

الأمر يفيد الوجوب

“Kata perintah (fi’il ‘amr) menunjukkan hukum (asalnya) wajib”

Menurut pendapat terkuat bahwa laki-laki wajib memelihara jenggotnya (membiarkan tumbuh), bahkan memotongnya adalah sebuah larangan (ada juga pendapat boleh dipotong jika sudah melebihi satu genggam). Memotong jenggot adalah kebiasaan orang-orang musyrik dan Majusi, sebagaimana Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

“Selisihilah orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan potonglah kumis.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda,

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

“Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot, selisihilah orang-orang Majusi (penyembah matahari).” (HR. Muslim)

Menyerupai orang-orang kafir akan mendapat ancaman sebagaimana sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai sebuah kaum maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Shahih)

Demikian semoga bermanfaat

@ Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

🍀 Agar Doa Lebih Cepat Dikabulkan 🍀


Salah satu sifat manusia yang perlu diperbaiki adalah hanya mengingat Allah di saat susah saja, sedangkan di saat senang, bisa jadi mereka lupa dan lalai terhadap Allah. Sudah selayaknya seorang muslim mengingat Allah di saat susah maupun di saat lapang dan senang. Demikian juga ketika akan berdoa, hendaknya memperbanyak doa ketika keadaan lapang, agar Allah lebih cepat mengabulkan doanya.


Ciri Khas Seorang Mukmin

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيبَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالكَرْبِ فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ

“Barangsiapa yang suka Allah mengabulkan doanya ketika susah dan menderita, maka hendaknya ia memperbanyak doa ketika lapang.” (HR. Tirmidzi, Shahihul Jami’ no. 6290)

Syaikh Ali Al-Qari menjelaskan bahwa hadis ini menujukkan “ciri khas” seorang mukmin, beliau berkata,

ﻣِﻦْ ﺷِﻴﻤَﺔِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ ﺍﻟﺸَّﺎﻛِﺮِ ﺍﻟْﺤَﺎﺯِﻡِ ﺃَﻥْ ﻳَﺮِﻳﺶَ ﻟِﻠﺴَّﻬْﻢِ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺮَّﻣْﻲِ، ﻭَﻳَﻠْﺘَﺠِﺊَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻗَﺒْﻞَ ﻣَﺲِّ ﺍﻟِﺎﺿْﻄِﺮَﺍﺭِ

“Di antara ciri khas serorang mukimin yaitu sering bersyukur dan ‘memperhatikan panah sebelum melepaskannya’, kembali kepada (mengingat) Allah sebelum padanya tertimpa kesulitan.” (Mirqatul Mafatih 4/1531)

Hendaknya seorang mukmin tidak menjadikan Allah sebagai pilihan terakhir ketika gembira, namun menjadi pilihan utama ketika bersedih dan susah. Apabila kita membuat permisalan, tentu kita tidak suka apabila keluarga atau saudara kita hanya datang ke kita pada saat susah saja atau pada saat butuh bantuan saja, selama ini dia tidak tahu ke mana rimbanya dan tidak pernah mau menyambung silaturahmi.


Ingatlah Allah Saat Senang dan Lapang, Allah Akan Mengingatmu di Saat Susah

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

ﺗَﻌَﺮَّﻑْ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺧَﺎﺀِ ﻳَﻌْﺮِﻓُﻚ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸِّﺪَّﺓِ

“Kenalilah (ingatlah) Allah di waktu senang pasti Allah akan mengingatmu di waktu sempit.”(HR. Tirmidzi)

Perhatikan bagaimana Allah menolong Nabi Yunus alaihissalam dalam berbagai kesusahan di dalam perut ikan, dalam kegelapan dan Di tengah ganasnya lautan. Allah menolong nabi Yunus alaihissalam karena beliau sering mengingat Allah di waktu lapang

Allah berfirman

فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ – لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

“Maka kalau sekiranya dia (sebelumnya) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (kiamat).” (QS. Ash Shaaffaat: 144).

Hendaknya di waktu senang dan lapang kita sering salat malam meminta dan mencari rida Allah. Banyak bersedekah walaupun sedikit. Sering membaca Alquran dan menunaikan hak Allah pada zakat. Tidak lupa beristigfar dan zikir di mana saja dan kapan saja.

Orang yang Berdoa Tidak Pernah Rugi

Saudaraku, mari kita saling mengingatkan agar memperbanyak berdoa. Orang yang berdoa tidak pernah rugi karena doanya akan ada tiga kemungkinan doanya:
Pertama, Dikabulkan saat masih hidup
Kedua, Disimpan sebagai kebaikan untuk akhirat
Ketiga, Dijauhkan dari keburukan (misalnya, jika dia berdoa menjadi kaya, maka Allah tahu ia akan sombong dan binasa)

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ «اللَّهُ أَكْثَرُ»

“Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Tidak ada seorangpun yang berdoa dengan sebuah doa yang tidak ada dosa di dalamnya dan memutuskan silaturrahim, melainkan Allah akan mengabulkan salah satu dari tiga perkara: (1) baik dengan disegerakan baginya (pengabulan doanya) di dunia atau, (2) dengan disimpan baginya (pengabulan doanya) di akhirat atau, (3) dengan dijauhkan dari keburukan semisalnya.”

Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kalau begitu kami akan memperbanyak doa?”

Beliau menjawab, “Allah lebih banyak (pengabulan doanya).” ( HR. Ahmad, Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 1633)

Demikian semoga bermanfaat

@ Yogyakarat Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

https://muslim.or.id/44789-agar-doa-lebih-cepat-dikabulkan.html


__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

🚫 Haruskan Berdakwah Mengajak dengan Gaya “Nyiyir bin Nyindir”❓


-Dakwah adalah tugas yang sangat mulia dan perlu kita ingat “Dakwah adalah mengajak kebaikan dan menginginkan kebaikan kepada saudaranya”

Dakwah membuat dekat bukan membuat lari serta mempermudah bukan mempersulit [1]

Dakwah juga hukum asalnya dengan lemah lembut dan menjadi sumber kebaikan [2]

-Kadang kita temui dakwah dengan gaya menyindir
Misalnya:
“Pakaiannya kok ketat sekali, gak sekalian telanjang aja?”
“Lho laki-laki kok gak shalat di masjid, atau lagi menstruasi ya?”

-Tidak bijaksana kalau menyindir LANGSUNG KE INDIVIDU tersebut, karena ini bisa jadi membuatnya lari

Jadi jika ada saudaramu jatuh ke sumur, apakah kita akan menolong atau mencelanya? Tentu menolongnya kan

-Berdakwah dengan gaya menyindir, bisa dilakukan jika:

1. Bahasanya  secara umum tidak menyindir individu atau kelompok tertentu
2. Gaya bahasa tidak terlalu keras bahkan kasar sekali
3. Tidak dilakukan sering-sering karena hukum asal dakwah lemah lembut

Misalnya:
“Jangan bicara agama tinggi-tinggi tapi shalat subuh tidak berjamaah di masjid alias ketiduran”

“Pas dipanggil bos, cepet sekali respon, pas Allah panggil lewat adzan, pura-pura tidak dengar”

-Memang dalam berdakwah, selain memberikan kabar gembira, perlu juga menyampaikan peringatan dan ancaman-ancaman sebagaimana  dalam Al-Quran dan Sunnah, inilah tujuan diutusnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam, menyampaikan kabar gembira dan peringatan [3]

Tentunya menyampaikan peringatan tetap dengan cara yang baik pula, melihat waktu, kondisi serta orangnya

-Dakwah juga tegas pada kondisi dan melihat orangnya
Misalnya:

-Orang badui yang kencing di masjid, para sahabat siap-siap memarahi dan “menghabisi”, tetapi diperlakukan lembut oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

-Usamah, seorang sahabat, beliau adalah kesayangan Rasulullah dan orang dekat beliau, tetapi beliau dimarahi “habis-habisan” bahkan “disindir”

Usamah membunuh orang yang tiba-tiba mengucapkan “Laa ilaha illallah” ketika dia sudah tidak berdaya di medan perang

Ia mengira bahwa orang itu mengucapkannya hanya “alasan dan ngeles” karena takut dibunuh saja, akhirnya dibunuh oleh Usamah

Mengetahui hal ini Rasulullah marah besar kepada Usamah dan “menyindir”

“Wahai Usamah, apakah engkau sudah membelah dadanya, sehingga engkau tahu isi hatinya?”

Beliau terus mengulangi kalimat ini. Sampai-sampai Usamah berandai kalau saja dia baru masuk Islam (sehingga dimaklumi oleh Rasulullah) [4]

-Semoga kita bisa lebih bijak lagi dalam berdakwah, kami khawatir:
TERLALU BANYAK GAYA BERDAKWAH DENGAN SINDIRIN, SEOLAH-OLAH MENUNJUKKAN KESOMBONGAN DIA DALAM BERDAKWAH, SEOLAH-OLAH DIA SUDAH SUCI SAJA

Semoga kita dihindari dari hal ini.


Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

Footnote:

[1] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,

ﻳَﺴِّﺮُﻭﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻌَﺴِّﺮُﻭﺍ ﻭَﺑَﺸِّﺮُﻭﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻨَﻔِّﺮُﻭﺍ

“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari” (HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmu no.69)

[2] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya kelembutan tidaklah berada pada sesuatu melainkan akan membuatnya lebih bagus, dan tidak akan tercabut sesuatu darinya kecuali akan membuatnya jelek.”[HR. Muslim]

[3] Allah Ta’ala berfirman,

ﺭُّﺳُﻼً ﻣُّﺒَﺸِّﺮِﻳﻦَ ﻭَﻣُﻨﺬِﺭِﻳﻦَ ﻟِﺌَﻼَّ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺣُﺠَّﺔُُ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﺰِﻳﺰًﺍ ﺣَﻜِﻴﻤًﺎ

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada lagi alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu ” (QS. An Nisaa’ 165).

[4] Silahkan baca kisahnya dalam hadits:

ﻋﻦ ﺃﺳﺎﻣﺔ ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺜﻨﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﺳﺮﻳﺔ ﻓﺼﺒﺤﻨﺎ ﺍﻟﺤﺮﻗﺎﺕ ﻣﻦ ﺟﻬﻴﻨﺔ ﻓﺄﺩﺭﻛﺖ ﺭﺟﻼ ﻓﻘﺎﻝ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻄﻌﻨﺘﻪ ﻓﻮﻗﻊ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻲ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﺬﻛﺮﺗﻪ ﻟﻠﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻗﺎﻝ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻗﺘﻠﺘﻪ ﻗﺎﻝ ﻗﻠﺖ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻧﻤﺎ ﻗﺎﻟﻬﺎ ﺧﻮﻓﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻼﺡ ﻗﺎﻝ ﺃﻓﻼ ﺷﻘﻘﺖ ﻋﻦ ﻗﻠﺒﻪ ﺣﺘﻰ ﺗﻌﻠﻢ ﺃﻗﺎﻟﻬﺎ ﺃﻡ ﻻ ﻓﻤﺎ ﺯﺍﻝ ﻳﻜﺮﺭﻫﺎ ﻋﻠﻲ ﺣﺘﻰ ﺗﻤﻨﻴﺖ ﺃﻧﻲ ﺃﺳﻠﻤﺖ ﻳﻮﻣﺌﺬ

Dari Usamah bin Zaid ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kami bersama pasukan kecil maka kamipun menyerang beberapa dusun dari qobilah Juhainah, maka akupun berhadapan dengan seseorang (tatkala dia telah kalah dan akan aku bunuh) dia mengucapkan la ilaha illallah, akupun tetap menikamnya.
Namun setelah itu aku merasa tidak enak akan hal itu maka akupun menceritakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apakah ia mengucapkan la ilha illallah lantas engkau tetap
membunuhnya??”.
Aku berkata, “Ya Rasulullah, dia mengucapkannya hanya karena takut pedangku!”,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Mengapa engkau tidak membelah hatinya hingga engkau tahu bahwa dia mengucapkannya karena takut atau tidak!?”.
Berkata Usamah, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengulang-ngulang perkataannya kepadaku itu hingga aku berangan-angan seandainya aku baru masuk Islam saat itu” (HR Muslim 1/96)


__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

⤵ Penjelasan Mengenai Perintah Membunuh Cicak/Tokek

.
-Dibunuh karena ada perintahnya, salah satu alasannya adalah karena cicak/tokek yang meniup api yang membakar Nabi Ibrahim
.
-Tidak sampai memusnahkan, karena tidak diperintah membunuhnya di seluruh permukaan bumi, jadi tidak benar alasan menolak hadits karena bisa memusnahkan spesies
.
-Hendaknya tidak pakai/mengedepankan erasaan dahulu dalam menerima hadits, tapi lihat penjelasan ulama

_____

Tidak sedikit yang jijik dengan hewan kecil satu ini, ada juga yang bukan sekedar jijik tapi sampai ketakutan dengann hewan yang satu ini. Tahukah anda bahwa tarnyata ada sunnah dan perintah agar membunuh hewan ini.

Memang hewan ini ringan dan cepat bergerak tetapi bentuk dan struktur kulitnya menjijikan bagi sebagian orang sesuai dengan pengertiannya secara bahasa.

Dalam kitab al-Qamus Al-Muhith dijelaskan,

الوَزَغَةُ ، مُحرَّكةً‏:‏ سامُّ ابْرَصَ ، سُمِّيَتْ بها لِخِفَّتِها وسُرْعَةِ حَرَكَتِها،

“Cicak, (spesies lainnya adalah tokek) ,  dinamakan demikian karena ringannya dan cepat gerakannya”[1]



Perintah agar membunuh cicak

Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu berkata,

أَنَّ النبيَّ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغَ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا

“Sesungguhnya Nabi shallallahu’ala­ihi wasallam memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau menyebutnya sebagai fuwaisiq (binatang kecil fasiq).”[2]

Bahkan Imam an-Nawawirahimahullah mengklaim adanya ijma’ ulama, beliau berkata,

واتفقوا على أن الوزغ من الحشرات المؤذيات

“Para ulama sepakat bahwa cicak termasuk hewan kecil yang mengganggu.”[3]



Dan ini contohkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anhayang juga ingin membunuh cicak dengan tombak.

Dari saibah Maula Fakih bin Al-Mughirah ia menemui ‘Aisyah dan melihat beliau di rumahnya ada tombak yang diletakkan. Kemudia ia berkata:

يا أم المؤمنين ما تصنعون بهذا الرمح ؟ قالت هذا لهذه الأوزاغ نقتلهن به فإن رسول الله صلى الله عليه وسلم حدثنا أن إبراهيم صلى الله عليه وسلم حين ألقى في النار لم تكن في الأرض دابة إلا تطفىء النار عنه غير الوزغ فإنه كان ينفخ عليه فأمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم بقتله ..

“Wahai Ummul Mukminin apa yang engkau perbuat dengan tombak tersebut?”

Beliau menjawab,

“Ini untuk para cicak,kami membunuhnya karena Rasulullah shallallahu’ala­ihi wasallam menceritkan kepada kami bahwa tatkala nabi Ibrahim dilemparkan ke api semua hewan melata dimuka bumi berusaha mematikan api kecuali cicak, ia ikut meniupkan api maka Rasulullah shallallahu’ala­ihi wasallam memerintahkan kita agar membunuh cicak.”[4]



Semakin cepat dibunuh semakin baik

Bahkan semakin cepat dibunuh semakin baik. Sebagaimana hadits membunuh sekali pukulan/serangan lebih banyak pahalanya dari pada dua kali.

Rasulullah shallallahu’ala­ihi wasallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ“

“Barangsiapa yang membunuh cicakpada pukulan pertama maka ditulis baginya seratus kebaikan, jika dia membunuhnya pada pukulan kedua maka dia mendapatkan pahala kurang dari itu, dan bila pada pukulan ketiga maka dia mendapatkan pahala yang kurang dari itu.”[5]

Imam an-Nawawi rahimahullah

وأما سبب تكثير الثواب في قتله بأول ضربة ثم ما يليها فالمقصود به الحث على المبادرة بقتله ، والاعتناء به ، وتحريض قاتله على أن يقتله بأول ضربة ، فإنه إذا أراد أن يضربه ضربات ربما انفلت وفات قتله

“Adapun sebab banyaknya pahala pada pembunuhan cicak pada pukulan/serangan pertama makamaksudnya adalah motivasi agar bersegera membunuhnya ,perhatian (serius) membunuhnya serta memberikan semangat agar membunuh sekali pukulan saja. Jika dipukul dengan beberapa pukulan bisa jadi cicak terhindar dari kematian (bisa mengelak dan bersembunyi dengan cepat, pent).”[6]



Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

كل ذلك تحريضا للمسلمين على المبادرة لقتله ، … ولذلك ينبغي للمسلم ان يتتبع الأوزاغ في بيته ، في السوق ، في المسجد ويقتلها

“Semuanya ini adalah motivasi bagi kaum muslimin agar bersegara membunuh cicak… oleh karena itu selayaknya bagi muslim agar mencari-cari cicak di rumahnya, di pasar atau di masjid kemudian membunuhnya.”[7]



Dua alasan kenapa diperintahkan dibunuh

1.karena cicak ikut meniup api yang membakar nabi Ibrahim

cicak juga ikut meniup api yang digunakan membakar nabi Ibrahim‘alaihissalam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام

“Dahulu cicak turut membantu meniup api (untuk membakar) Ibrahim ‘alaihissalam.” [8]

syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

حديث قتل الوزغ : ظاهر الوجوب ، أي يجب قتل الوزغ لأنه كان ينفخ النار على إبراهيم عليه السلام

“Hadits tentang membunuh cicak, dzahirnya wajib yaitu wajib membunuh cicak karena ikut meniup api yang membakar nabi Ibrahim ‘alaihissalam.”[9]



2. Selain karena cicak adalah hewan penganggu (sebagaimana disebutkan oleh “binatang kecil yang fasik)

Imam An-Nawawi rahimahullahberkata,

وأما تسميته فويسقاً فنظيره الفواسق الخمس التي تقتل في الحل والحرم، وأصل الفسق الخروج “.

“adapun penamaan cicak dengan “hewan fasik  kecil” maka semisal dengan lima hewan fasik (yang sering mengganggu) yang diperintahkan dibunuh, baik di tanah halal maupun haram (mekkah dan madinah), makna asal fasik dalah keluar (dari kepatuhan/ tidak jinak).”[10]



Cicak atau tokek yang disuruh bunuh?

Perndapat terkuat adalah keduanya diperintahkan dibunuh.

Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata,

هي من الحشرات المؤذيات وجمعه أوزاغ وسام أبرص جنس منه وهو كباره

“ Cicak itu termasuk binatang melata yang mengganggu manusia, dan tokek adalah salah satu spesies darinya yang berbadan lebih besar.”[1]



[1] Nailul Authar 8/142, Darul Hadits, Mesir, cet. I, 1413 H, syamilah

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam

@Pogung Lor, Yogyakarta Tercinta

Penyusun:  Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com



[1] Al-Qamus al-Muhith hal. 790, Mu’assasah Risalah, 1426, cet. Ke-8, Beirut, syamilah

[2] HR Muslim: 2238

[3] Syarh Shahih Muslim, 14:236

[4] Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah

[5] HR Muslim: 2240

[5] HR Muslim: 2240

[6] Syarh Muslim 14/236

[7]  Syarh Riyadhus shalihin 4/536

[8] HR al-Bukhari, Muslim

[9] Ta’liq syaikh Bin Baz shahih Bukhari, Kitab Al-Anbiya

[10] Syarh shahih Muslim lin nawawi

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

💥Istidraj: Kebahagiaan Yang Lebih Semu Lagi

.
"Bisnisnya lancar dan omset besar tapi melalaikan shalat"
.
"Karirnya naik terus dan orang-orang hormat tapi tidak memakai jilbab"
.
Ternyata ada yang harus kita waspadai lagi. Yaitu ia merasa bahagia di dunia padahal itu adalah hukuman baginya dari Allah Ta’ala, karena ia bahagia tidak diatas landasan Agama Islam yang benar.
.
Allah biarkan ia bahagia sementara di dunia, Allah biarkan ia merasa akan selamat dari ancaman Allah di akhirat kelak, Allah tidak peduli kepadanya.
.
Itulah istidraj sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
.
“Bila engkau melihat Allah Ta’ala memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah.”[1]
.
Sering-sering muhasabah antara nikmat dan istidraj
.
Dan sudah sepatutnya kita berilmu, yaitu bagaimana membedakan antara nikmat dan istidraj dengan sering-sering bermuhasabah.
.
Mengenai ayat,
.
“Maka apakah mereka merasa aman dari makar Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.”  [Al-A’raf: 99]
.
Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al-Qar’awi menjelaskan,
.
“Makar Allah adalah istidraj bagi pelaku maksiat dengan memberikan kenikmatan/kebahagiaan… mereka tidak memuliakan Allah sesuai dengan hak-Nya. Mereka  tidak merasa khawatir [tenang-tenang saja] dengan istidraj [jebakan] kenikmatan-kenikmatan bagi mereka, padahal mereka terus-menerus berada dalam kemaksiatan sehingga turunlah bagi mereka murka Allah dan menimpa mereka azab dari Allah.”[2]
.
Baca selengkapnya ا:

http://muslimafiyah.com/istidraj-kebahagiaan-yang-lebih-semu-lagi.html

Penyusun: Raehanul Bahraen

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

💎💎 Diungguli Masalah Dunia, Ajak Mereka Berlomba-Lomba Dengan Akhirat 💎💎

.
Terkadang hati dan iman kita sedang lemah, kita bisa jadi timbul rasa iri, mereka bisa segera meraih kenikmatan dunia, sedangkan kita terkadang sibuk dengan menuntut ilmu dan dakwah sehingga dunia tidak banyak kita dapat. Maka kita ajaklah mereka berlomba-lomba dengan akhirat misalnya:
.
-Ketika mendengar teman sudah bisa punya rumah dengan membayar KPR maka kita katakan, kita juga sedang membangun rumah disurga dengan memakmurkan masjid dan amalan lainnya.
.
-Ketika mendengar anak tetangga lancar les bahasa inggris, maka kita katakan, anak kita sudah lancar bahasa Arab .
.
-Ketika mendengar teman sudah kuliah S2 atau S3 di Amerika dan Eropa maka kita katakan, saya sudah menghapal sekian juz Al-Quran dan berpuluh-puluh hadits.
.
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
.
إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة
.
“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”
.
Wahib bin Al Warid mengatakan,
.
“Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridha Allah, lakukanlah.”
.
Sebagian salaf mengatakan,
.
“Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.”[1]
.
Jangan sering melihat kenikmatan orang lain dan lupa nikmat sendiri

NOTE: bukan berarti kita tidak boleh mengejar dunia, tapi kejar dunia untuk orientasi dan tujuan akhirat: "Dunia di genggaman, akhirat tetap di hati"
.
Baca selengkapnya ا:
.
http://muslimafiyah.com/diungguli-masalah-dunia-ajak-mereka-berlomba-lomba-dengan-akhirat.html


Penyusun: Raehanul Bahraen

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

💥 Harta Kita yang Sebenarnya dan Renungan Bagi Penumpuk Harta karena Tamak 💥

 
Saudaraku
Jika direnungi, ternyata harta kita yang sesungguhnya hanya tiga saja, selebihnya memang harta kita tetapi hakikatnya bukan harta kita karena MAYORITAS harta sejatinya hanya kita tumpuk saja dan bisa jadi BUKAN kita yang menikmati, hanya sekedar dimiliki saja
.
Tiga harta sebenarnya:
.
1. Makanan yang kita makan
Makanan yang di kulkas belum tentu kita yang menikmati semua. Uang yang kita simpan untuk beli makanan belum tentu kita yang menikmati
Ketika menikmati makanan pun ini hanya sesaat dari keseharian kita, hanya melewati lidah dan kerongkongan sebentar saja
.
2. Pakaian yang kita pakai
Termasuk sarana yang kita pakai seperti sepatu, kendaraan serta rumah kita. Ini yang kita nikmati. Akan tetapi inipun sementara saja karena pakaian bisa usang sedangkan rumah akan diwariskan
.
3. Sedekah
Ini adalah harta kita yang sebenarnya, sangat berguna di akkhirat kelak. Inipun berlalu sebentar dari genggaman kita di dunia
.
Selebihnya harta yang kita tumpul hakikatnya bukan harta kita, kita tidak menikmatinya atau hanya menikmati sesaat saja. Misalnya menumpuk harta:
.
- Rumah ada dua atau tiga, yang kita nikmati utamanya hanya satu rumah saja
.
-Uang tabungan di bank beratus-ratus juta atau miliyaran, yang kita nikmati hanya sedikit saja selebihnya kita hanya kita simpan
.
-Punya kebun yang luas, punya toko yang besar, hanya kita nikmati sesaat saja
.
“Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja? Bukankah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau sedekahkan akan berlalu
begitu saja? ” (HR. Muslim)
.
Baca Selengkapnya ا:

https://muslimafiyah.com/harta-kita-yang-sebenarnya-dan-renungkan-bagi-penumpuk-harta-karena-tamak.html

Penyusun: Raehanul Bahraen

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

⛔ Ingin Punya Anak Penghapal Al-Quran ⛔

“Terlihat sangat bangga orang tua yang anaknya sukses ketika wisuda, apalagi sang anak mendapatkan nilai tertinggi. Ternyata ada yang lebih membanggakan lagi, yaitu di hari kiamat, orang tua dinaikkan derajatnya dan akan dipakaikan mahkota kemuliaan dari cahaya karena anaknya menghapalkan Al-Quran”
.
Kita sangat ingin, bercita-cita dan bersungguh-sungguh menghapalkan Al-Quran. Terlalu banyak keutamaan bagi mereka yang menghapal dan mempelajari Al-Quran, derajat kita di surga dinaikkan sesuai dengan hapalan Al-Quran kita

Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا

 “Akan dikatakan kepada shahibul qur’an penghapal : bacalah dan naiklah, bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia. karena kedudukanmu tergantung pada ayat terakhir (seberapa banyak) yang engkau hapal” (HR. Abu Daud 2240, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Tidak hanya kita yang berusaha menghapalkan Al-Quran, kita usahakan juga anak-anak kita menghapalkan Al-Quran. Kita sangat berharap ada satu saja di antara anak kita yang menghapal Al-Quran, apabila tidak bisa semua bisa menghapalkan Al-Quran. Tentu kita berdoa dengan harapan yang tinggi yaitu agar semua anak kita bisa menghapalkan Al-Quran.

Keutamaan apabila anak kita menghapalkan Al-Quran adalah akan meningkatkan derajat orang tuanya di surga, kedua orang tuanya akan dipakaikan mahkota dari cahaya sebagai bentuk kemuliaan karena telah mendidik anak yang menghapalkan Al-Quran.

Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

من قرأ القرآن وتعلَّم وعمل به أُلبس والداه يوم القيامة تاجاً من نور ضوؤه مثل ضوء الشمس ، ويكسى والداه حلتين لا تقوم لهما الدنيا فيقولان : بم كسينا هذا ؟ فيقال : بأخذ ولدكما القرآن

“Barangsiapa yang menghafal al-Quran, mengkajinya dan mengamalkannya, maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari. Dan kedua orang tuanya akan diberi dua pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudian kedua orang tuanya bertanya, “Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?” Lalu disampaikan kepadanya, “Disebabkan anakmu telah mengamalkan al-Quran.” (HR. Hakim 1/756 dan dihasankan al-Abani)

Semoga anak-anak kita kelak menghapalkan Al-Quran, kegiatan mulia ini tidak akan menghambat sedikitpun untuk kegiatan lainnya. Banyak pedagang yang hapal Al-Quran, tentara menghapalkan Al-Quran, dokter menghapalkan Al-Quran dan pejabat yang menghapalkan Al-Quran.

Allah akan menaikkan derajat orang yang menghapalkan Al-Quran, setahu kami tidak ada penghapal Al-Quran yang hidupnya terlantar (mengenaskan) selama hidup di dunia ini, bahkan kedudukan mereka mulia dan diangkat oleh Allah di masyarakat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

“Sesungguhnya Allah mengangkat sebagian kaum berkat kitab ini (al-Quran), dan Allah menghinakan kaum yang lain, juga karena al-Quran.” (HR. Ahmad 237 & Muslim 1934)

Semoga kita bisa menghapalkan Al-Quran dan memilikianak yang menghapalkan Al-Quran. Aamiin.

@ Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

https://muslimafiyah.com/ingin-punya-anak-penghapal-al-quran.html

__
Follow akun (klik):
kontakk.com/@raehanulbahraen
kontakk.com/@raehanulbahraen

🌈 WAKTU BERKAH DI PAGI HARI 🌈

‌┏▪▪━━━━━━━━┓
        Faidah pagi
┗━━━━━━━━▪▪┛



Jangan sampai terlewatkan.

Dari Shahabat Shokher Al-Ghomidi -rodhiyallahu ‘anhu- , Bahwasanya Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah bersabda:

«اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا»

”Ya Allah berkahilah untuk umatku awal waktu pagi mereka.”

 [ HR. Ahmad no. 15443, 15557, 15558, 19430, 19479, 19480, 19481, Abu Dawud no. 2606, At-Tirmidzi no.1212, Ibnu Majah no. 2236, 2238. ]
Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani -rohimahullah- dalam kitab “Shohih Al-Jami’” no. 1300, “Shohih Abi Dawud” no. 2345, “Al-Misykah” no. 3908.

 Hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat Ali, Ibnu Mas’ud, Buroidah, Anas, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Jabir rodhiyallahu ‘anhum. [ Lihat Sunan At-Tirmidzi no. 1212. ]

Berkah atau barokah adalah kebaikan yang banyak dan bersifat tetap. 
[ Syarah Shohih Muslim (1/225) & (4/116); An-Nawawi & Tafsir Al-Qurtubi (4/139). ]

 Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin -rohimahullah- menjelaskan;

”Bahwa yang namanya ‘Siang hari’ adalah waktu untuk mencari penghidupan. Sebagaimana Allah –Ta’ala- berfirman (artinya):

”Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” [ An-Naba`: 11 ]

 Apabila seseorang itu memanfaatkannya sejak awal waktu, maka yang demikian itu akan menjadikannya berkah.
Dan ini suatu perkara yang bisa kita saksikan, tatkala seseorang melakukan suatu pekerjaan di awal waktu pagi, maka ia akan mendapatkan berkah pada pekerjaannya.

 Hanya saja, yang sangat memprihatinkan; kebanyakan dari kita di masa ini tidur di awal waktu pagi, tidak bangun dari tidurnya kecuali setelah datang waktu Dhuha.
Sehingga terlewatkan darinya awal waktu pagi yang penuh berkah.  [ Syarah Riyadhis Sholihin (4/582) ]

Wallahul Muwaffiq (AH)


Telegram Channel IslamDiaries
https://t.me/islamdiaries

🌍 Sibuk BEKERJA dan LIBURAN, Belajar ILMU AGAMA Kapan?!


Terkadang kita terlalu banyak alasan tidak mau belajar agama dan menghadiri majelis ilmu

Hari kerja sibuk dengan pekerjaan mencari harta. Hari libur sibuk dengan keluarga untuk liburan

Ucapan semisal ini ada dalam AL-Quran, Allah berfirman: “Harta dan keluarga kami telah menghalangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami!” (Al-Fath:11)

Saudaraku
Di zaman ini salah satu cara berjihad adalah dengan belajar

Belajar agama untuk diri sendiri, keluarga dan agar menjadi diri yang bermanfaat bagi masyarakat

Saudaraku
Apabila kita ingin lulus ujian sekolah atau ujian kerja, tentu harus belajar

Sesungguhnya kehidupan ini adalah ujian, harus dihadapi dengan ilmu dan belajar

Setelah kematian pun ada ujiannya salah satunya adalah “fitnah kubur”

“Fitnah kubur” adalah pertanyaan dalam kubur yang jadi penentu kehidupan kita selama yang abadi

Saudaraku
Apabila anda seorang ayah pimpinan keluarga, ajaklah keluarga anda untuk belajar agama dan menghadiri majelis ilmu

Bagaimana bisa menjadi nahkoda bahtera rumah tangga menuju surga, sedangkan jalan ke surga saja tidak tahu

Jalan menuju surga tersebut hanya diketahui dengan belajar dan menuntut ilmu

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”( HR: Muslim)

Apabila kita sayang kepada istri, anak dan keluarga, maka ajak mereka kembali belajar agama agar masuk surga bersama

Allah berfirman, “(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya.” (QS. Ar-Ra‘du: 23)

Apakah kita hanya ingin keluarga bertahan di dunia saja? Setelah terpisah dengan kematian kemudian selesai?

Tentu tidak, sekeluarga akan masuk surga bersama dan berkumpul kembali di surga Allah yang tertinggi

🖋Penyusun: Ustadz Raehanul Bahraen
🌍Artikel: www.muslimafiyah.com
( @putri.saalsabil )
#fiqihmuslimah #fiqihwanita_

🌈 Tata Cara Mengqadha Shalat Yang Terlewat 🌈

Shalat lima waktu adalah kewajiban setiap Muslim, bahkan merupakan rukun Islam. Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim yang mukallaf (sudah terkena beban syariat) meninggalkan shalat lima waktu dan tidak boleh melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya. Namun apa yang dilakukan seorang Muslim jika ia meninggalkan shalat hingga keluar dari waktunya? Kita simak pembahasan ringan berikut ini.

Hukum mengqadha shalat yang terlewat
Mengqadha shalat artinya mengerjakan shalat di luar waktu sebenarnya untuk menggantikan shalat yang terlewat. Apakah wajib mengqadha shalat? Para ulama merinci menjadi dua keadaan:

1. Tidak sengaja meninggalkan shalat
Dalam keadaan tidak sengaja meninggalkan shalat, seperti karena ketiduran, lupa, pingsan, dan lainnya, maka para ulama bersepakat bahwa wajib hukumnya mengqadha shalat yang terlewat. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

من نام عن صلاة أو نسيها؛ فليصلها إذا ذكرها

“barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” HR. Al Bazzar 13/21, shahih).

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan: “orang yang hilang akalnya karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqadha shalatnya ketika sadar” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/95, Asy Syamilah).

Dan tidak ada dosa baginya jika hal tersebut bukan karena lalai, karena shalat yang dilakukan dalam rangka qadha tersebut merupakan kafarah dari perbuatan meninggalkan shalat tersebut. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“barangsiapa yang lupa shalat, atau terlewat karena tertidur, maka kafarahnya adalah ia kerjakan ketika ia ingat” (HR. Muslim no. 684).

Dari sini juga kita ketahui tidak benar anggapan sebagian masyarakat awam, bahwa jika bangun kesiangan di pagi hari maka tidak perlu shalat shubuh karena sudah lewat waktunya. Ini adalah sebuah kekeliruan!

2. Sengaja meninggalkan shalat
Para ulama berselisih panjang mengenai orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja apakah keluar dari Islam ataukah tidak? Silakan simak artikel “Meninggalkan Shalat Bisa Membuat Kafir” untuk memperluas hal ini.

Dan para ulama juga berselisih pendapat apakah shalatnya wajib diqadha ataukah tidak. Pendapat yang rajih dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan shalatnya tidak wajib di-qadha. Imam Ibnu Hazm Al Andalusi mengatakan:

وَأَمَّا مَنْ تَعَمَّدَ تَرْكَ الصَّلَاةِ حَتَّى خَرَجَ وَقْتُهَا فَهَذَا لَا يَقْدِرُ عَلَى قَضَائِهَا أَبَدًا، فَلْيُكْثِرْ مِنْ فِعْلِ الْخَيْرِ وَصَلَاةِ التَّطَوُّعِ؛ لِيُثْقِلَ مِيزَانَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؛ وَلْيَتُبْ وَلْيَسْتَغْفِرْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ

“adapun orang yang sengaja meninggalkan shalat hingga keluar waktunya, maka ia tidak akan bisa mengqadhanya sama sekali. Maka yang ia lakukan adalah memperbanyak perbuatan amalan kebaikan dan shalat sunnah. Untuk meringankan timbangannya di hari kiamat. Dan hendaknya ia bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah).

Beliau juga mengatakan:

بُرْهَانُ صِحَّةِ قَوْلِنَا قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: {فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ} [الماعون: 4] {الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} [الماعون: 5] وقَوْله تَعَالَى: {فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا} [مريم: 59] فَلَوْ كَانَ الْعَامِدُ لِتَرْكِ الصَّلَاةِ مُدْرِكًا لَهَا بَعْدَ خُرُوجِ وَقْتِهَا لَمَا كَانَ لَهُ الْوَيْلُ، وَلَا لَقِيَ الْغَيَّ؛ كَمَا لَا وَيْلَ، وَلَا غَيَّ؛ لِمَنْ أَخَّرَهَا إلَى آخَرِ وَقْتِهَا الَّذِي يَكُونُ مُدْرِكًا لَهَا. وَأَيْضًا فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَعَلَ لِكُلِّ صَلَاةِ فَرْضٍ وَقْتًا مَحْدُودَ الطَّرَفَيْنِ، يَدْخُلُ فِي حِينٍ مَحْدُودٍ؛ وَيَبْطُلُ فِي وَقْتٍ مَحْدُودٍ، فَلَا فَرْقَ بَيْنَ مَنْ صَلَّاهَا قَبْلَ وَقْتِهَا وَبَيْنَ مَنْ صَلَّاهَا بَعْدَ وَقْتِهَا؛ لِأَنَّ كِلَيْهِمَا صَلَّى فِي غَيْرِ الْوَقْتِ؛ وَلَيْسَ هَذَا قِيَاسًا لِأَحَدِهِمَا عَلَى الْآخَرِ، بَلْ هُمَا سَوَاءٌ فِي تَعَدِّي حُدُودِ اللَّهِ تَعَالَى، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ} [الطلاق: 1] . وَأَيْضًا فَإِنَّ الْقَضَاءَ إيجَابُ شَرْعٍ، وَالشَّرْعُ لَا يَجُوزُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ

“bukti benarnya pendapat kami adalah firman Allah Ta’ala: ‘celakalah orang yang shalat. Yaitu orang yang lalai dalam shalatnya‘ (QS. Al Maun: 4-5). Dan juga firman Allah Ta’ala: ‘dan kemudian datanglah setelah mereka orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwat dan mereka akan menemui kesesatan‘ (QS. Maryam: 59). Andaikan orang yang sengaja melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya bisa mengqadha shalatnya, maka ia tidak akan mendapatkan kecelakaan dan kesesatan. Sebagaimana orang yang melalaikan shalat namun tidak keluar dari waktunya tidak mendapatkan kecelakaan dan kesesatan.

Selain itu, Allah Ta’ala telah menjadikan batas awal dan akhir waktu bagi setiap shalat. Yang menjadikannya sah pada batas waktu tertentu dan tidak sah pada batas waktu tertentu. Maka tidak ada bedanya antara shalat sebelum waktunya dengan shalat sesudah habis waktunya. Karena keduanya sama-sama shalat di luar waktunya. Dan ini bukanlah mengqiyaskan satu sama lain, melainkan merupakan hal yang sama, yaitu sama-sama melewati batas yang ditentukan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang melewati batasan Allah sungguh ia telah menzalimi dirinya sendiri‘ (QS. Ath Thalaq: 1).

Selain itu juga, qadha shalat adalah pewajiban dalam syariat. Dan setiap yang diwajibkan dalam syariat tidak boleh disandarkan kepada selain Allah melalui perantara lisan Rasulnya” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah).

Baca juga fatwa Syaikh Shalih Al Fauzan dalam artikel “Fatwa Ulama: Dahulu Tidak Pernah Shalat, Apa Yang Harus Dilakukan?“.

Cara mengqadha shalat
Dari sisi waktu, mengqadha shalat harus dilakukan segera ketika teringat dari lupa atau tersadar dari hilang akalnya. Tidak boleh ditunda-tunda, harus segera dikerjakan sesegera mungkin. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من نامَ عن صلاةٍ فليصلِّها إذا ذَكرَها

“barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” (HR. Al Bazzar 13/21, shahih).

Bagaimana jika shalat yang terlewat lebih dari satu? Apakah diqadha sekaligus atau setiap shalat di qadha pada waktunya, semisal shalat zhuhur diqadha pada waktu zhuhur, shalat ashar pada waktu ashar, dst.? Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab pertanyaan ini:

يصليها جميعا لان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لما فاتته صلاة العصر في غزوة خندق قضىها قبل المغرب وهكذا يجب على كل انسان فاتته الصلوات ان يصليها جميعا و لا يأخرها

“dikerjakan semuanya sekaligus. karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika terlewat beberapa shalat pada saat perang Khandaq beliau mengerjakan semuanya sebelum Maghrib. Dan demikianlah yang semestinya dilakukan setiap orang yang terlewat shalatnya, yaitu mengerjakan semuanya sekaligus tanpa menundanya” (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=tMEnMeqXFbw).

Dalam hadits di atas juga Nabi mengatakan فليصلها  dhamir ها mengacu pada kata صلاة sebelumnya. Ini menunjukkan shalat yang dikerjakan dalam rangka qadha sama persis seperti shalat yang ditinggalkan dalam hal sifat dan tata caranya. Misalnya, jika seseorang terluput shalat shubuh karena tertidur, maka ia wajib mengqadha dengan mengerjakan shalat yang sama dengan shalat shubuh.

Dan tidak ada lafal niat khusus yang perlu diucapkan dalam mengqadha shalat. Niat adalah perbuatan hati, tidak perlu dilafalkan. Andaikan niat mengqadha shalat perlu dilafalkan, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam telah mengajarkannya kepada kita. Lebih luas mengenai pelafalan niat, silakan simak artikel “Polemik Pelafalan Niat Dalam Ibadah“.

Dengan demikian, ketika seseorang baru teringat bahwa ia telah melewatkan shalat, atau baru terbangun dari tidur sedangkan waktu shalat sudah terlewat, yang ia lakukan adalah segera berwudhu, lalu mencari tempat shalat yang bersih dan suci, menghadap kiblat kemudian mengerjakan shalat dengan tata cara dan sifat yang persis sebagaimana shalat yang ia tinggalkan. Jika shalat yang ditinggalkan lebih dari satu, maka setelah salam, ia kembali berdiri untuk meng-qadha shalat selanjutnya.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat, wabillahi at taufiq was sadaad.

*

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

🌺💠🌺 ANAK YANG DEKAT DENGAN ALLAH

# Yang Lebih Tulus Mendoakan Adalah Anakmu

Yang menyayangi-mu sejatinya
Orang tua, saudara, istri/suami dan anak-anakmu
Merekalah pahit-manis berbagi
Semua saling tulus mendoakan

Jika kau renungkan
Umur orangtua tidaklah lebih panjang darimu
Saudara-mu bisa jadi tersibukkan oleh keluarganya
Pasanganmu bisa jadi nyawanya mendahulu
Terlebih ia menikah lagi

Tersisalah anak-anakmu
Dalam gelapnya kubur
Penantian panjang hari kebangkitan
Harapanmu
Harta dan kesuksesan anakmu
Ataukah doa mereka

Saudaraku
Didiklah, perbanyaklah dan berdoalah
Anak-anak yang shalih
Bermanfaat bagi manusia dan berakhlak

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Rabbi hablii minash shaalihiin”

“Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku anak-anak yang shalih”. (Ash Shaffaat: 100)

Pernahkah anda mendengar
Orang yang terheran-heran di Akhirat?
Terheran dari mana datangnya
Kedudukannya yang tinggi ini
Padahal ia sadar di dunia
Amal tidaklah banyak

Datanglah jawabannya:
“Karena Istigfar anak-anakmu”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

“Sungguhnya seseorang benar-benar diangkat derajatnya di surga lalu dia pun bertanya, ‘Dari mana ini?’ Dijawab, ‘Karena istighfar anakmu untukmu.’”
[Sunan Ibnu Majah ]

Penyusun: Raehanul Bahraen

Jumat, 01 Februari 2019

🍀 Rahasia di Balik Sakit 🍀


Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. al-Anbiyaa’: 35). Sahabat Ibnu ‘Abbas -yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir al-Qur’an- menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir Ibnu Jarir). Dari ayat ini, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun di balik cobaan ini, terdapat berbagai rahasia/hikmah yang tidak dapat di nalar oleh akal manusia.


Sakit menjadi kebaikan bagi seorang muslim jika dia bersabar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya. (HR. Muslim)

Sakit akan menghapuskan dosa

Ketahuilah wahai saudaraku, penyakit merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syuura: 30). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim)

Sakit akan Membawa Keselamatan dari api neraka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,” Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi. (HR. Muslim)

Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka.” (HR. Al Bazzar, shohih)

Sakit akan mengingatkan hamba atas kelalaiannya

Wahai saudaraku, sesungguhnya di balik penyakit dan musibah akan mengembalikan seorang hamba yang tadinya jauh dari mengingat Allah agar kembali kepada-Nya. Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehat wal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb-nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb-Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. al-An’am: 42) yaitu supaya mereka mau tunduk kepada-Ku, memurnikan ibadah kepada-Ku, dan hanya mencintai-Ku, bukan mencintai selain-Ku, dengan cara taat dan pasrah kepada-Ku. (Tafsir Ibnu Jarir)

Terdapat hikmah yang banyak di balik berbagai musibah

Wahai saudaraku, ketahuilah di balik cobaan berupa penyakit dan berbagai kesulitan lainnya, sesungguhnya di balik itu semua terdapat hikmah yang sangat banyak. Maka perhatikanlah saudaraku nasehat Ibnul Qoyyim rahimahullah berikut ini: “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali, -ed). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.” (Lihat Do’a dan Wirid, Yazid bin Abdul Qodir Jawas)

Ingatlah saudaraku, cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi, shohih). Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami keyakinan dan kesabaran yang akan meringankan segala musibah dunia ini. Amin.

*

Penulis: Abu Hasan Putra

Sabtu, 26 Januari 2019

⛔ Penjelasan Tentang Durhaka Kepada Orang Tua ❌


---Bagian Keempat---

🌻 Alhamdulillah, pada tulisan sebelumnya telah kami sebutkan bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua.

✅ Dan pada kesempatan ini, kami akan sebutkan beberapa sebab yang mendorong anak untuk durhaka kepada orang tuanya.

▶ Dan di antara sebab-sebab tersebut adalah:

1⃣ Minimnya ilmu agama yang dimiliki orang tua, sehingga tidak mengajarkan ilmu agama kepada anaknya.

⏩ Dan begitu pula, anak tidak belajar ilmu agama, sehingga dalam keadaan ini memungkinkan bagi anak untuk durhaka kepada orang tuanya. Karena ilmu syariat merupakan sarana untuk mendapatkan akhlak mulia (di antaranya, berbuat baik kepada orang tua) dan meninggalkan akhlak yang jelek (seperti, durhaka kepada orang tua).

📚 Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah,

فأصل كل خير: هو العلم والعدل، وأصل كل شر: هو الجهل والظلم.

"Asas dan dasar (munculnya) segala kebaikan adalah ilmu syar`i dan keadilan. Sedangkan asas (munculnya) segala kejelekan adalah kebodohan terhadapnya dan kedhaliman."
📕 (Lihat : Ighatsatul Lahfan, 2/137)

↘ Dan tatkala bapak dan ibu mengajarkan ilmu agama kepada anaknya, maka dengan sebab itu anak akan memperlakukan orang tuanya sebagaimana apa yang diinginkan oleh Allah Subhaanahu wata`ala dan rasul-Nya.

2⃣ Pendidikan yang salah di waktu kecil, di mana orang tua hanya mengajarkan ilmu dunia saja kepada anaknya, sehingga kebanyakan dari mereka menjadi durhaka karena kebodohan tentang ilmu agama.

🔍 Dan apabila kita mau berpikir, apa manfaatnya seorang anak menjadi menteri, gubernur, pengusaha yang kaya raya, tetapi durhaka kepada orang tuanya? Bahkan, sebagian anak tega menitipkan orang tuanya di panti jompo karena malu diketahui orang lain, bahwa orang tuanya berpenampilan biasa dan sederhana.

💡 Lihatlah pengaruh pendidikan yang benar pada seorang anak dalam kisah berikut.

📚 Berkata Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu kepada ibunya,

ﺭﺣﻤﻚ اﻟﻠﻪ ﺭﺑﻴﺘﻨﻲ ﺻﻐﻴﺮا، ﻓﺘﻘﻮﻝ ﻳﺎ ﺑﻨﻲ ﻭﺃﻧﺖ ﻓﺠﺰاﻙ اﻟﻠﻪ ﺧﻴﺮا ﻭﺭﺿﻲ ﻋﻨﻚ ﻛﻤﺎ ﺑﺮﺭﺗﻨﻲ ﻛﺒﻴﺮا

"Semoga Allah Subhaanahu wata`ala memberikan rahmat dan kasih sayang kepadamu sebagaimana engkau mendidikku di waktu kecil. Lalu ibunya berkata, "Wahai anakku, semoga Allah Subhaanahu wata`ala memberikan balasan berupa kebaikan dan keridhaan Allah ta`ala kepadamu sebagaimama engkau berbuat baik di masa tuaku."
📘 (Diriwayatkan Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, 14 dan dihasankan Albani)

➡ Dan bisa dikatakan, bahwa hampir semua anak yang tidak dididik dengan ilmu agama tidak mendoakan kebaikan kepada orang tuanya, baik di masa hidup mereka maupun setelah wafatnya.

3⃣ Perlakuan orang tua yang tidak adil kepada anak-anaknya.

➡ Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam telah melarang orang tua untuk melebihkan pemberian kepada salah seorang anak dikarenakan anak tersebut lebih diutamakan dari lainnya.

📚 Sebagaimana hadis Nu`man bin Basyir Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam berkata kepada bapaknya Nu`man (yaitu, Basyir) saat ingin memberikan kepada Nu`man sesuatu yang tidak diberikan kepada saudara-saudaranya,

ﺃﻳﺴﺮﻙ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻧﻮا ﺇﻟﻴﻚ ﻓﻲ اﻟﺒﺮ ﺳﻮاء؟» ﻗﺎﻝ: ﺑﻠﻰ، ﻗﺎﻝ: «ﻓﻼ ﺇﺫا»

"Apakah anda senang jika semua anak-anakmu sama-sama berbuat kepadamu (yaitu, sebagiannya tidak durhaka padamu). Maka bapaknya berkata, "Iya." Maka Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam berkata, "Kalau begitu janganlah melebihkan pemberian kepada salah satu dari mereka."
📘 (Diriwayatkan Imam Muslim, 1623)

🎁 Adapun pemberian sesuai kebutuhan, maka tidak mengapa salah satu dari mereka diberikan harta atau dilebihkan dari lainnya.

👕 Misalnya, si anak butuh pakaian seharga Rp.200.000,- sedangkan adiknya hanya membutuhkan pakaian dengan harga Rp.100.000,-maka dalam hal ini tidak mengapa.

💊 Begitu pula jika seseorang anak butuh uang untuk berobat, sedangkan lainnya tidak.

4⃣ Bapak durhaka kepada kedua orang tuanya.

🚫 Sebagian bapak durhaka kepada orang tuanya, maka tidak heran jika suatu saat anaknya pun akan durhaka pula kepadanya. Karena anak biasanya meniru perbuatan orang tuanya.

🚫 Di samping itu, terkadang seseorang dibalas dengan perbuatan yang semisal dari perbuatannya.

📚 Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah,

ﻓﺈﻥ اﻟﺠﺰاء ﻣﻦ ﺟﻨﺲ اﻟﻌﻤﻞ ﻭﻛﻤﺎ ﺗﺪﻳﻦ ﺗﺪاﻥ

"Dan suatu perbuatan akan dibalas sesuai dengan jenis perbuatan tersebut sebagaimana anda perlakukan orang lain, maka anda akan diperlakukan pula seperti itu."
📕 (Lihat : Fatawa, 15/319)

5⃣ Anak bergaul dengan teman yang rusak akhlaknya.

🔖 Karena biasanya seseorang akan melakukan perbuatan yang sama dengan teman dekatnya.

📚 Sebagaimana hadis Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam bersabda,

الرجل على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل

"Seseorang akan terpengaruh pada agama teman karib/akrabnya, maka hendaknya memperhatikan (apakah bagus agamanya atau tidak) orang yang dia jadikan teman akrab."
📘 (Diriwayatkan Tirmidzi no. 2378 dan dihasankan Albani)

🔎 Maka hendaknya kita perhatikan teman akrab anak kita agar tidak terpengaruh dengan temannya yang perbuatannya jelek.

Bersambung...